Sabtu, 27 Maret 2010

Bercermin Pada Maya

Perbincangan mengenai ekologi menjadi menarik belakangan ini. Mungkin kita mulai sadar, akan dampak negatif yang ditimbulkan dari apa yang telah kita lakukan terhadap lingkungan ini. Terhadap bumi yang hanya satu, yang usianya sudah makin menua. Seperti siklus kehidupan pada umumnya, sesuatu yang sudah tua, akan mati. Menikmati tidur panjang yang nyaman dan damai, dalam keabadian.
Kita tidak akan pernah tahu berapa lama lagi bumi mampu bertahan. Kita pun tidak akan pernah tahu, sampai kapan peradaban manusia akan tetap ada. Kiamat di tahun 2012 tidak mustahil dapat saja terjadi bila perilaku “merusak alam” masih menjadi cermin pribadi kita. Bencana yang terjadi di negeri ini bukanlah takdir, tidak pantas seolah-olah menyalahkan Tuhan atas setiap bencana yang ada. Semburan lumpur panas bukan sekedar fenomena alam belaka, longsor yang terjadi bukan semata-mata karena ada pergeseran muka tanah, dan gempa bumi tentunya tidak akan membunuh umat manusia.
Ramalan bangsa maya tentang kiamat 2012, dapat saja terjadi bila kita tetap melakukan kegiatan-kegiatan yang menyakiti alam. Terdapat sedikit ilustrasi yang menggambarkan penyebab runtuhnya bangsa Maya, ilustrasi ini mungkin saja dapat membuat kita berpikir tentang nasib peradaban kita.
Suku Maya sering digambarkan sebagai masyarakat yang tinggal harmonis dengan lingkungannya. Namun seperti kebudayaan lain sebelum dan sesudah mereka, mereka menebang hutan dan menghancurkan lingkungannya untuk bertahan hidup di masa sukar. Suku Maya menebang habis sebagian besar wilayah dan mereka melakukan pertanian secara berlebihan. Seluruh lahan pertanian dikonversi menjadi ladang jagung.
Paling sedikit mereka harus menebang sekitar 20 pohon untuk memanaskan batu kapur hanya untuk membuat plester kapur seluas 1 meter persegi yang digunakan untuk membangun kuil megah, waduk dan monumen
Selama 1200 tahun suku Maya mendominasi Amerika Tengah. Pada puncak kejayaannya sekitar tahun 900 Masehi, kota-kota Maya dipadati oleh sekitar 2.000 orang per mil persegi, sama dengan kota Los Angeles saat ini. Bahkan di wilayah pedesaan, penduduknya tetap menunjukkan jumlah yang besar, 200 - 400 orang per mil persegi. Namun tiba-tiba, semuanya menjadi sunyi. Dan kesunyian ini adalah saksi salah satu kehancuran demografis dalam sejarah umat manusia, runtuhnya peradababan suku Maya.( www.blogcatalog.com/ 27 Maret 2010)

Entah berapa tahun lagi kita dapat mempertahankan peradaban ini. Hal-hal yang kita lakukan tak ubahnya dengan perilaku bangsa Maya. Kita (manusia) dengan giatnya melakukan penebangan hutan tanpa ada proses pemulihan kembali. Konversi lahan yang dilakukan besar-besaran tidak mempertimbangkan dampak ekologi.
Penebangan hutan yang tidak disertai upaya pemulihan tentunya sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi, Karen hutan dengan berbagai jenis tumbuhan yang terdapat di dalamnya menyimpan manfaat yang besar, bukan hanya hasilnya dapat dinikmati manusia, tetapi hutan memiliki fungsi penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis. Hutan dengan segala kebaikan alamnya memberikan cadangan air bersih untuk memenuhi kebutuhan manusia, akarnya yang kokoh menjadi penahan erosi dan longsor. Fungsi hutan akan tetap terjaga dengan baik tentu saja bila kita memiliki kesadaran untuk menjaganya.
Saatnya untuk menyadari bahwa hutan adalah harta kita, untuk membuat bumi ini bertahan lebih lama, untuk memperpanjang usia peradaban kita. Menjaga keseimbangan ekologi adalah tugas kita, dan mewariskan yang terbaik untuk anak cucu kita kelak adalah impian kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar