Rabu, 31 Desember 2014

After 3 Years

Sudah 3 tahun, sejak kita tidak lagi berbagi mimpi yang sama
Senang rasanya melihat kamu baik-baik saja
Senang juga rasanya kita bisa berteman kembali
Sungguh, tidak ada yang kekal. Bahkan untuk ku, butuh waktu untuk bersabar, 3 tahun lamanya menanti kamu, sahabat yang pergi lalu kembali lagi.
Mungin benar, bersabar adalah salah satu perjuangan untuk menanti seorang teman, kekasih, sahabat, kembali ke peraduan. 
Terkadang, perhatian yang berlebihan justru menyesakan, setiap orang butuh jeda, spasi, untuk dirinya sendiri. 
Meskipun butuh waktu 3 tahun
Dan entah, sampai berapa lama Aku bisa dengan bebas menyapamu.
Sampai nanti habis waktumu, dan kembali terbang..menuju dunia tanpa batas

Menyambut Tahun yang Baru

Bunyi petasan dan terompet mengiringi pergantian tahun 2014 menuju 2015. Ada yang berbeda di penyambutan tahun kali ini. Aku di rumah, merayakan tahun baru bersama diri sendiri. Sungguh sebuah kemewahan yang tidak berlebihan rasanya. Mengingat 4 tahun ke belakang Aku selalu merayakan tahun baru di negeri orang. Sungguh berbeda rasanya, 4 tahun ke belakang meski tahun baru di perantauan, Aku bisa merasa hening yang berbeda, yang hikmat. Di rumahku, meskipun sendirian, rasanya begitu bingar. 

Biasanya setiap orang akan sibuk dengan resolusi masing-masing untuk memulai tahun yang baru. Bagiku, resolusi adalah sebuah tujuan yang akan dicapai setiap tahunnya. Resolusi tidak perlu aku buat ketika menyambut tahun baru. Aku bisa membuatnya setiap bulan, minggu, bahkan hari. Ini adalah semacam penyemangat, agar hidup tidak mengalir begitu saja seperti air. Karena hidup, begitu berharga untuk sekedar di lewatkan begitu saja.

Semoga, di tahun-tahun berikutnya kita mendapatkan apa-apa saja yang kita impikan. Menengok kembali tahun-tahun yang sudah lewat membuatku begitu takjub akan nikmat Tuhan, Begitu banyak pencapaian serta nikmat-nikmat yang tidak terkira jumlahnya. Ah, terkadang Aku hanya perlu meluangkan waktu sebentar untuk merenung kembali akan nikmatnya.

Sempat aku berpikir bahwa tahun 2014 adalah salah saru titik nadir dalam hidupku. Tak punya tujuan, tanpa arah, bahkan ada target yang tidak tercapai dan hujanan masalah yang tak kunjung usai. Mungkin, ini adalah cara Tuhan untuk mengingatkan Aku akan nimmatNya yang tiada tara. Sekarang, ketika aku melihat kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi di 2014, rasanya ingin kutampar diriku sendiri yang tak bersyukur. Begitu banyak nikmat Tuhan yang aku dustakan.

Kini, dari sudut sempit ruang tengah, Aku berefleksi dan berafirmasi. Menuliskan tujuan-tujuan yang ingin Aku capai di tahun 2015. Dengan ini, Aku menyambut Tahun Baru dengan rasa senang, juga rasa syukur yang tak terkira.

Sabtu, 20 Desember 2014

Tentang Nikmat dan Kebetulan yang Teratur

 "Maka, NikmatNya yang manakah yang akan kau dustakan?"

Kutipan di atas bukan sekedar kutipan sebuah ayat yang sering saya baca. Kutipan tersebut lebih tepat disebut sebagai kalimat refleksi, sebuah anchor bagi saya untuk mengingat kembali nikmat nikmat yang sudah saya habiskan selama ini. Terlebih ketika saya dengan semangat bersungut sungut mengeluh tentang macet, kekasih yang ingkar janji, orang tua yang tidak mau mengerti atau kantong yamg belum terisi. Ah, sungguh jika disadari, pantaskah saya bersungut sungut di atas semua nikmat yang sudah Ia berikan? rasanya tidak.

Saya tidak akan bercerita panjang lebar mengenai makna kutipan di atas, atau mengupas sebuah ayat, sungguh bukan kapasitas saya. Saya hanya ingin menekan kembali titik pengingat saya akan nikmatNya yang tiada henti diberikan pada saya. 

Tepat 2 hari yang lalu, saya mengikut kelas mengenai "Design Thinking" di MakeDoNia Makerspace di bilangan Jakarta Selatan. Awal saya mengikut kelas ini dimulai dari ketidaksengajaan ketidaksengajaan yang terjadi secara berurutan. Berawal dari sebuah buku berjudul "Creative Confidence" karya Tom and Davie Kelley














Saya mendapatkan buku ini dari Pak Putu Kresna yang merupakan GM Divisi Organizational Learning BNI, tempat saya pernah belajar. Beliau memberikan buku ini kepada saya sebagai bentuk apresiasi beliau pada saya. Sungguh, pemimpin seperti beliau perlu banyak di negeri ini. Saya bersyukur bisa membaca buku ini karena di buku ini pikiran saya mengenai kreatifitas sungguh terbuka. Awalnya saya selalu merasa rendah diri bila dihadapai dengan hal-hal yang berhubungan dengan seni. Saya akan stress jika diminta untuk menggambar, akan sangat malu bila bernyanyi di depan umum, dan hampir seluruh karya seni saya di sekolah adalah hasil karya teman saya. Buku ini menjelaskan bahwa kreatifitas bukan hanya pemilik orang yang bekerja di bidang seni. kreatifitas bukan bawaan lahir, ia bisa dibentuk, dan siapa pun bisa menjadi kreatif serta tidak ada bagus atau jelek. Yang ada hanya pembelajaran terus menerus. Penulis buku ini adalah penggagas sebuah perusahaan Desain yang bernama IDEO (untuk lebih jelasnya silahkan tanya mbah google hehe). Di IDEO, mereka percaya bahwa semua orang kreatif dan semua orang berhak untuk salah lalu mencoba lagi sampai ketemu bentuk yang ideal. IDEO juga mengusung prinsip kolaborasi, di mana orang dari berbagai bidang dan latar belakang bisa berkontribisi di sini, asalkan memiliki passion dan misi yang sama. Saya sangat tertarik ketika membaca buku ini. Saya membayangkan bagaimana rasanya berada di sana. Bekerja sama dengan orang dari berbagai bidang dan keahlian, serta tidak merasa malu jika berbuat salah.

Cerita dan pembehasan mengenai IDEO serta isi buku tersebut tidak berhenti sampai di halaman terakhir buku. Bagaikan skenario sebuah film, saya serta 2 orang teman saya membahas hal ini di kereta dalam perjalanan dari Jakarta menuju Malang.Ternyata bahasannya berkembang menjadi sebuah topik yang sangat menarik. Tidak berhenti sampai di situ, satu minggu kemudian Mba Dina dari MakeDoNia Makerspace mengirim ajakan untuk hadir di kelas "Design Thinking" dengan menghadirkan pembicara salah satu mantan karyawan IDEO Shanghai Amelia Hendra. Saya sangat tertarik, dan rentetan kejadian ini terasa seperti sebuah kebetulan yang teratur (meskipun saya percaya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini). 

Saya kemudian memutuskan untuk hadir di kelas tersebut, dan merasakan banyak sekali pelajaran yang saya ambil, terutama mengenai cara berpikir. Dari bagaimana caranya memunculkan sebuah ide, menggali hal-hal menarik mengenai ide tersebut, membuat rancangan prototype, mencobanya, gagal, lalu mencoba lagi, gagal lagi, coba lagi sampai akhirnya tercapai bentuk yang ideal. Bagi saya hal ini menarik sekaligus reflektif, betapa saya pribadi akhir akhir ini kerap cepat menyerah ketika saya terjatuh. Dengan mengikuti kelas ini saya jadi berefleksi kembali, dan menekan tombol anchor saya bahwa tidak ada nikmat yang bisa didustakan. Betapa saya patutnya bersyukur bahwa saya berkelimpahan dan selalu dikelilingi oleh orang-orang yang baik dan membawa saya pada kemajuan.

Mengenai nikmat, kelas Design Thinking, serta urutan kebetulan yang sangat rapi saya bisa mengatakan bahwa tidak ada yang kebetulan. Benar adanya firman Tuhan yang mengatakan "Mintalah apa yang engkau minta, niscaya akan aku beri". Barangkali, dengan cara yang sungguh tulus dan tidak disadari saya sudah meminta kepada Tuhan untuk bisa belajar lebih jauh mengenai Design Thinking.


Jumat, 12 Desember 2014