Rabu, 21 Januari 2015

"Cukup" Untuk Sepotong Siomay

Tiga tahun, ternyata tidak terasa kita sudah terpisah jarak pikiran dan hati. Saya selalu percaya, hati yang sudah bersatu hanya bisa dipisahkan oleh kematian. Seperti hal nya saya dan kamu. Tiga tahun berpisah tidak serta merta menjadikan kita menjadi sosok yang tak saling kenal. Kamu menantang idealisme kamu di sebuah perusahaan multinasional dan terdampar di pinggir Kalimantan. Tempat kamu bebas mencurahkan pikiran, rasa, juga asa tanpa ada batas, karena di sana kamu benar-benar menjadi dirimu sendiri.

Selalu, dengan cara yang tidak biasa. Dengan kemungkinan yang menurutmu tingkat presisinya sangat kecil, Tuhan menyambungkan kembali hati dan pikiran kita, dengan cara yang tidak biasa tentunya. Di malam yang sepi, saya memandang ke tepi jendela kereta api ekonomi menuju Malang. Ketika teman-teman saya terjebak dengan perbincangan tentang Tuhan. Ada pesan singkat yang menarik perhatian saya, menarik pikiran Saya, menarik hati Saya kembali. Ah, sudah lama sekali tidak bertegur sapa. Mendapat sebuah pesan singkat dari seorang sahabat lama rasanya lebih hebat dari sekedar mendapat durian runtuh (sebut saya lebay *sigh).

Ya, one thing lead to another. Perbincangan kita menjadi lebih berkembang. Dari yang awalnya kaku (maklum jedanya agak lama) sampai kemudian bisa cair kembali. Saya merasa kamu kembali, menjadi sosok sahabat saya yang saya kenal dulu. Obrolan demi obrolan membawa kita pada ajakan-ajakan untuk bertemu meskipun malu-malu. Hingga pada akhirnya, kamu kembali ke Bogor dan Saya kebetulan juga harus menghabiskan liburan Saya di sana. Ah, Bogor..tempat saya menemukan keping diri saya yang lain, yang membuat ingatan saya berziarah. 

Kamu, mungkin status sosial kamu sudah banyak berubah sekarang. Jabatan, Wanita yang selalu memujamu, dan Harta yang kini ada di genggaman terkadang membuatmu terlihat seperti orang lain. Saya ragu untuk mengajak kamu kemah, atau menantang kematian memanjat tebing licin di kala hujan, masihkah kamu mau? Berlelah menapak bebatuan, kehujanan, kebasahan tanpa pelindung? Saya sedikit ragu, dan semoga Saya salah tentang ini.

Satu minggu di Bogor tidak membuat Saya leluasa berbincang dengan kamu, karena satu dan lain hal yang membuat kita tidak banyak punya waktu berdua. Di kesempatan yang menurut Saya jarang terjadi, Saya mengajak kamu untuk bertemu di Jakarta, dan tentu saja kamu menolaknya. Bogor terlalu indah dan magis untuk ditinggalkan.
 ***
Selasa, satu hari sebelum ulang tahun kamu, hari yang cerah untuk berbincang. Saya dan kamu menikmati Bogor dari tempat yang agak tinggi. Makan siang, ditemani derasnya aliran sungai. Sambil menatap buku menu, saya sangat tertarik dengan menu-menu yang disajikan, rasanya ingin menyantap semuanya, tapi rasanya tidak mungkin karena perut saya tentu tidak cukup menampung semua makanan itu. 

Terlarut, saya dan kamu dalam obrolan-obrolan remeh temeh dan serius. Bunyi semdok dan garpu yang beradu dengan piring menjadi musik pengiring perbincangan kita. Persahabatan memang selalu teruji peristiwa dan waktu. Saat berbincang dengan kamu, saya merasa ada yang berubah dari gaya kamu, tapi tidak dengan karakter kamu. Masih corelis-melankolis, narsis, acak-abstrak juga kontemplatif. Sesungguhnya kita lebih bayak diam saat itu. Mengobrol panjang, lalu diam lama..memandangi sungai, juga burung elang yang terbang bebas. Diam bersama kamu selalu beda, rasanya seperti sudah memuntahkan seluruh isi perut, tanpa perlu banyak kata.

***

Jeda panjang kita pada akhirnya dipecahkan oleh sebuah keinginan untuk mengunyah kembali. Maka kita sepakat untuk memesan makanan kembali. Kamu memilih siomay dan yoghurt, dan saya memilih pisang goreng. Sungguh, menu-menu yang tersaji sangat menarik, rasanya ingin mencoba semuanya. Tapi, lagi-lagi perut saya tentu tidak cukup untuk menampung semua itu. Kamu, seperti biasa hanya lapar mata.

Saya melahap pisang goreng saya dengan nikmat yang sama ketika saya menyantap sup iga. Tapi kamu, menyantap siomay dengan nikmat yang terpaksa. Sebenarnya kamu sudah merasa cukup, tapi gambar siomay di buku menu memang sungguh menggoda.

Mengingat satu dari lima siomay yang tersisa, di mana 3 siomay lainnya adalah saya yang memakannya, kita berhenti pada satu kata "cukup"sudah kenyang. Harus ada kata "cukup". Jika kita hidup untuk makan, akan banyak sekali menu-menu menggoda yang hadir di depan mata, dan selalu menggoda untuk diicip. Entah dari mana asalnya, perut dan pikiran kita selalu memilih menu terbaik untuk dimasukkan ke perut dan memuaskan pikiran. Untuk menu-menu menggoda yang lainnya, kita bisa bilang "cukup" saya sudah kenyang, Alhamdulillah.

Sama seperti siomay yang pada akhirnya tersisa. Hidup kita, hati kita juga punya kapasitasnya sendiri. Mungkin akan tiba waktunya kamu akan berkata "cukup" untuk tawaran-tawaran yang menggiurkan, untuk godaan-godaan yang datang. Bukan karena kamu tidak suka akan kemilaunya, tapi karena kamu sudah merasa "cukup" dengan apa yang kamu punya. Memilikinya berlebihan tidak akan membuat kamu bahagia. Sama seperti menghabiskan satu siomay yang tersisa hanya akan membuat perutmu begah. Biarkan ia tersisa, karena perut dan pikiranmu berkata, ini sudah "cukup", meskipun sebagai manusia yang memiliki otak komodo kita tidak akan pernah merasa cukup.

Nicholas Saputra, dalam perannya sebagai Yusuf di Film 3 Hari Untuk Selamanya (you have to watch this movie) ada potongan dialognya begini "..........saat usia kita menginjak angka 27 dan 29 kita akan mengambil keputusan penting dalam hidup kita yang akan merubah diri kita......"
Mudah-mudahan di usia kamu yang sekarang dan nanti kamu bisa terus mengambil keputusan-keputusan penting tersebut. Bisa mengatakan "cukup" untuk petualangan mencari "the one". Berani jujur pada diri kamu sendiri, dan berkata "cukup" untuk hal-hal yang membuat kamu tergoda. Cukup bilang.  "alhamdulilah, saya sudah kenyang".

Terima kasih untuk waktu luangnya. Entah harus menunggu berapa tahun lagi untuk mendapatkan kesempatan tersebut. Semoga nanti, ketika kita bertemu kembali, kamu sudah punya jawaban dan tahu kapan waktunya bilang "cukup", dan meninggalkan yang tersisa.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar